Demokrasi biang korupsi

Demokrasi memang biang korupsi. Siapa yang ingin berkuasa dalam sistem ini syaratnya adalah uang. Siapa yang tidak Beruang maka akan ditendang dari gelanggang pertandingan. Semua orang tidak bisa mengelak dari fakta ini. Walaupun berkualitas, tapi tanpa uang, tidak akan bisa "ikut terbang" ikut dalam percaturan politik demokrasi.
Maka, wajar jika yang terjadi adalah kapitalisasi politik dan politik transaksional. Rakyat yang katanya sebagai pemegang kedaulatan nyatanya hanya menjadi komoditas dalam transaksi politik tersebut.
Pemegang kekuasaan sebenarnya dalam demokrasi adalah para pemegang modal. Yaitu para kapitalis. Prinsip dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat hanya jargon tanpa makna. Akhirnya dalam Negara demokrasi pengendalinya adalah orang kaya dan Negara teresebut di atur layaknya sebuah perusahaan.
Dalam sistem demokrasi, semua harus ada hitung-hitungan. Standarnya adalah materi. Layaknya perusahaan, pengusaha yang berinvetasi harus mendapatkan uangnya kembali, bahkan untung.
Untuk Nyalon saja sudah keluar uang banyak. Misal, untuk menjadi seorang anggota DPR saja minimal harus berinvestasi politik sebesar 500 juta, bahkan ada yang habis sampai 5 milyar. Untuk menjadi gubernur, bahkan ada yang sampai trilyunan uangnya habis. Apalagi untuk menjadi presiden di negeri demokrasi, berpuluh-puluh trilyun bahkan sampai ratusan trilyun.

Maka wajar, korupsi dalam sistem demokrasi susah dan sulit diberantas. Mengapa? Karena penguasa sendiri adalah para pelaku korupsi. Orientasi menjadi penguasa adalah untuk mengembalikan modal awalnya dulu pada saat pertama menjabat. Bahkan belum cukup, uang perlu dikumpulkan dan ditumpuk lagi untuk modal awal politik lima tahunan lagi kedepan. Terus kapan ngurusin rakyatnya. Mungkin rakyat ke laut aja kali ya?

Berarti memang benar bahwa permasalahan di Indonesia bukanlah sekedar individu, tetapi memang sistemya yang rusak.

Demokrasi menimbulkan biaya tinggi. Tidak mungkin para penguasa atau politisi bergerak sendiri untuk bisa memenangkan gelanggang pertarungan tersebut. Maka, melalui korupsi, mereka mencari ongkos politik. Pilihannya adalah menggerogoti uang Negara. Anggaran Negara kini telah menjadi sumber mengais dan meraup dana oleh para penguasa atau politikus baik legal maupun illegal.
Ada yang tertangkap ada yang tidak. Ada yang tercium ada yang sangat pandai menutupi kebusukannya sehingga tetap aman. Sudah banyak kasus yang terbongkar dan melibatkan para penguasa sekaligus politikus. Hampir semua partai terkena, baik kader pusat maupun kader-kadernya di daerah.
Terus, masihkah kita berharap pada sistem seperti ini?
Bisakah demokrasi memenuhi harapan rakyat?
Mimpi kali yeeee………… Kasihan Indonesia dengan sistem rusak ini!!!
By Fikri

No comments:

Post a Comment