Kapitalisme; ancaman besar bagi bangsa

Sistem kapitalisme secara nyata secara sistematis telah membunuh rakyat karena berhasil memiskin rakyat dan membuat mereka menderita. Kemiskinanlah yang jelas akan mengancam sendi kehidupan rakyat termasuk ancaman kekacauan sosial akibat kesenjangan ekonomi. 

Kapitalisme gagal menciptakan dan menggerakkan ekonomi riil yang menjadi sumber penghasil rakyat. Kebijakan neo liberal yang mencabut subsidi yang sesungguhnya merupakan hak rakyat lewat instrument privatisasi kesehatan dan pendidikan telah menambah beban rakyat.

Sistem neo liberal yang dianut pemerintah juga telah menjadi jalan perampokan bagi kekayaan alam Indonesia. Privatisasi dengan alasan investasi asing dan pasar bebas telah merampas kekayaan tambang minyak, emas, batu bara, hutan, dan air yang sesungguhnya adalah milik rakyat. Kekayaan alam yang seharusnya merupakan berkah bagi rakyat dan untuk kepentingan rakyat banyak, dirampok oleh perusahaan swasta nasional maupun asing untuk kepentingan segelintir orang.

Demokrasi menjijikan

Demokrasi memang menjijikan. Belajar dari pengalaman sebelumnya kenaikan anggaran untuk fasilitas wakil rakyatnya tidak ada relevansinya dengan kepentingan rakyat. Buktinya, DPR justru banyak mensahkan kebijakan yang menambah derita rakyat. Disisi lain, tidak peduli dengan persoalan nyata rakyat seperti kemiskinan, penggangguran, kebobrokan pelayanan transportasi, kesehatan dan pendidikan.

Meskipun telah diprotes oleh banyak pihak pembangun gedung DPR senilai lebih dari 1 trilyun dengan gigih dipertahankan oleh sebagian wakil rakyat. Tidak hanya itu DPR RI Juga mengusulkan kenaikan anggaran dari 3,025 trilyun menjadi 3,5 trilyun untuk tahun anggaran 2012, naik 16 % (480 milyar).
Semua ini semakin menunjukkan kepada kita fakta yang nyata bahwa demokrasi yang mengklaim wakil rakyat, berkerja untuk kepentingan rakyat hanyalah dusta belaka.

Demokrasi biang korupsi

Demokrasi memang biang korupsi. Siapa yang ingin berkuasa dalam sistem ini syaratnya adalah uang. Siapa yang tidak Beruang maka akan ditendang dari gelanggang pertandingan. Semua orang tidak bisa mengelak dari fakta ini. Walaupun berkualitas, tapi tanpa uang, tidak akan bisa "ikut terbang" ikut dalam percaturan politik demokrasi.
Maka, wajar jika yang terjadi adalah kapitalisasi politik dan politik transaksional. Rakyat yang katanya sebagai pemegang kedaulatan nyatanya hanya menjadi komoditas dalam transaksi politik tersebut.
Pemegang kekuasaan sebenarnya dalam demokrasi adalah para pemegang modal. Yaitu para kapitalis. Prinsip dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat hanya jargon tanpa makna. Akhirnya dalam Negara demokrasi pengendalinya adalah orang kaya dan Negara teresebut di atur layaknya sebuah perusahaan.
Dalam sistem demokrasi, semua harus ada hitung-hitungan. Standarnya adalah materi. Layaknya perusahaan, pengusaha yang berinvetasi harus mendapatkan uangnya kembali, bahkan untung.

Bukti obama tunduk pada zionis israel

Baru saja menyampaikan pidatonya di Departemen Luar Negeri AS, selama 45 menit mendukung berdirinya negara Palestina dengan tapal batas sebelum perang tahun 1967, sekarang Presiden AS itu sudah berbalik arah serta tegas menolak berdirinya negara Palestina. Dengan perubahan sikapnya yang sangat fundamental menunjukkan jati diri Presiden AS Barack Obama. Obama  tunduk pada zionis Israel.

Perubahan sikapnya yang dalam waktu singkat menggambarkan Presiden Barack Obama tidak memiliki kedaulatan dan kekuasaan yang bebas sebagaimana negara yang merdeka dan berdaulat. Terutama ketika harus berhadapan dengan entitas politik Zionis-Israel.

Kedaulatan negaranya runtuh diinjak oleh negara Zionis Israel.

Presiden Barak Obama tidak cukup kuat menghadapi tekanan para Rabbi Yahudi saat dia menyampaikan dukungan kepada negara Palestina merdeka. Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu mengunjungi Washington dan bertemu dengan Presiden Obama di Gedung Putih dan menyampaikan pesan sangat jelas menolak negara Palestina.

Bukan sekedar anggota parlemen yang rakus, tapi sistemnya memang rakus.

Kasus demi kasus tidak pernah berhenti menerpa para pejabat ‘terhormat di negeri ini’. Sepertinya dan memang benar bahwa Indonesia telah salah dalam mengadopsi sebuah sistem untuk kesejahteraan rakyatnya. Justru sebaliknya, ketidakadilan terus terjadi. Para pejabat semakin terlihat bertambah jiwa kerakusan dan rakyat semakin dimiskinkan. Bukan sekedar anggota parlemen yang rakus, tapi sistemnya memang rakus.

Diawali saat caleg harus berinvestasi untuk menjadi anggota dewan dari angka Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 5 milyar – Rp 10 milyar, sebuah angka yang sangat mahal. Bahkan dikabarkan ada yang sudah berinvestasi Rp. 5 milyarpun akhirnya malah tidak jadi. Seharusnya kita berpikir, apa orientasi pertama anggota dewan setelah mereka benar-benar jadi. Kalau tidak untuk mengembalikan uang investasinya dulu.

Sepertinya menjadi wajar jika mereka melakukan banyak modus untuk bisa mendapatkan kembali nilai investasi yang sudah ditanamkan. Dari mulai menjadi calo proyek, menjadi penentu alokasi-alokasi anggaran, menjadi broker, dll. Mau kita kritik sepedas apapun sepanjang paham politiknya adalah neoliberal seperti sekarang, kita tidak jalan menghentikan mereka.

Profil Parlemen Indonesia

Profil Parlemen Indonesia, karakter anggota 3P; pembolos, pemboros, provokator (Versi ICW). Sifat rekruitmen mahal ongkos tapi miskin kualitas SDM-nya. Itulah sekelumit kecil profil parlemen Indonesia.

Masih banyak gambaran lain yang muncul dan merupakan suara-suara yang berasal langsung dari konstutuenya. Modus korupsi mencakup 11 kiat; mulai dari bantuan perjalanan, bantuan kegiatan, hubungan baik, perawatan kesahatan, bantuan apresiasi, bantuan uji kelayakan dan kepatutan, bantuan penempatan pegawai, pemangku kepentingan, pembuatan RUU dan bantuan apresiasi (Versi Ichsanudin Noersy).

Dosa-dosa parlemen mencakup; korupsi (uang, waktu, tanggungjawab), Kolusi (dengan pengusaha swasta, BUMN, dan kepala daerah), nepotisme (keluarga senayan), tindak asusila, produk hukum (UU komprador untuk asing dan cenderung tidak memihak rakyat).